Bacaan Niat Sholat Doa Puasa Dan Artinya

Kisah Nabi Luth ‘Alaihissalam

Kisah Nabi Luth ‘Alaihissalam - berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.

Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,

“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)

Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)

Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,

“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan keluarganya selain istrinya yang kafir.

Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.

Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.

Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)

Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)

Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik itu.

Tidak berapa lama, kaum Luth mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu salah seorang malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan sempoyongan di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.

Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz Dzaariyat: 37)

Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya: QS. Al A’raaf: 80-84, QS. Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58, QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138, QS. Adz Dzaariyat: 31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.

Kisah pasukan gajah diserang burung Ababil saat ingin hancurkan Ka’bah

Kisah pasukan gajah diserang burung Ababil saat ingin hancurkan Ka’bah - Kisah mengenai Ka’bah sebagai kiblat umat Islam dalam melakukan salat lima waktu perlu disimak lebih dalam. Sebab banyak cerita di balik kokohnya bangunan yang saban tahun bulan Haji selalu disesaki jutaan umat Islam seluruh dunia.Bahkan kini, Ka’bah tiap hari disepanjang tahun tanpa putus, juga mulai disesaki oleh umat muslim sejagat untuk melakukan umrah akibat bertambahnya jutaan muallaf secara signifikan dari seluruh dunia. Untuk itu, kami angkat kembali kisah menakjubkan sebagai salah satu bukti kekuasaan Allah Yang Maha Segalanya.

Yaitu, seperti cerita serangan pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, penguasa Yaman saat itu. Alkisah dalam serangannya untuk menghancurkan Ka’bah digagalkan oleh sekelompok burung atas perintah Allah SWT.Bemula saat bangsa Persia dan Romawi yang tak senang dengan perkembangan umat Islam di Arab berniat menghancurkan Ka’bah. Mereka tahu jika Ka’bah dihancurkan, maka upaya mengkristenisasi bangsa Arab lebih mulus.

Rupanya para pemimpin Persia dan Romawi saat itu tahu jika menghancurkan Ka’bah secara langsung tak mungkin bisa dilakukan. Selain jaraknya yang jauh, keangkeran suku-suku di Arab yang kadung cinta Islam berikut Ka’bah sebagai satu-satunya patokan arah shalat, membuat raja Persia dan Romawi berpikir dua kali untuk menyerang Ka’bah.Mereka pun berusaha menguasai salah satu wilayah Timur Tengah tepatnya Yaman sebagai permulaan destinasinya melakukan serangan terhadap Ka’bah.

Lewat politik adu dombanya, maka terciptalah Abrahah sebagai salah satu Raja di Yaman yang dikenal dekat sebagai pemimpin boneka bangsa Persia dan Romawi.Terpilihnya Abrarah terjadi setelah pergolakan politik di Yaman saat kepemimpinan Irbath. Di bawah kepemimpinan Abrahah inilah serangan pertama kali ke Ka’bah dilakukan dan dicatat dalam Al-Qur’an.

kabah 02

Upaya Abrahah dimulai dengan membangun gereja di Yaman bernama Shana’a untuk menandingi Ka’bah. Namun upaya itu rupanya tak berpengaruh bangsa Arab yang tetap memilih Ka’bah sebagai kiblat ibadahnya.Merasa tak berhasil, Abrahah berang dan berniat melangsungkan serangan langsung ke Ka’bah. Karena Abrahah berpendapat dengan menghancurkan Ka’bah, bangsa Arab bakal memeluk Kristen.

Singkatnya setelah melewati hadangan suku-suku di Arab yang melindungi Ka’bah, sampailah Abrahah di Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah.Sesampainya di Mekkah, Abrahah langsung beringas dan merampas harta benda kaum Quraisy termasuk 200 unta milik Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW.

Setelah menguasai Mekah, Abrahah mengutus anak buahnya yang bernama Hunata Al-Hiyari untuk menanyakan pemimpin kaum Quraisy saat itu.“Tanyakan, siapa pemimpin negeri ini dan katakan padanya, ‘kami datang bukan untuk berperang melainkan hanya untuk menghancurkan Ka’bah. Kami tidak akan membunuh mereka selama mereka tidak memerangi kami,” tegas Abarahah kepada ajudannya dalam buku “Sejarah Kabah, kisah rumah suci yang tak lapuk dimakan zaman” (hal-159).

Pesan itu langsung disampaikan Hunata kepada Abdul Muthalib.

“Demi Allah SWT kami tidak ingin berperang dengan Abrahah dan kami juga tidak mampu memeranginya. Ini adalah rumah Allah SWT dan rumah kekasihnya, Ibrahim,” kata Abdul Muthalib seperti yang ditulis dalam buku yang sama.Setelah itu Abdul Muthalib bersama Hunata bertemu dengan Abrahah. Abdul ingin meminta 200 ekor untanya yang dirampas oleh prajurit Abrahah.

Mendengar permintaan dan keberanian Abdul, Abrahah berkata:

“Katakan padanya bahwa aku merasa kagum padanya dan mendengarkan semua perkataannya. Tapi, bagaimana mungkin ia lebih mementingkan unta-untanya dan membiarkan rumah ibadah yang menjadi agamanya dan agama nenek moyangnya aku hancurkan,” kata Abrahah.

“Aku adalah pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya,” jawab Abdul Muthalib.

“Dan sekarang ini, Tuhannya Ka’bah itu tak mampu menghalangiku,” kata Abarahah.

“Itu urusan anda denganNya,” jawab Abdul Muthalib.

Sebagai pemimpin, Abdul Muthalib tak tinggal diam atas upaya Abrahah yang ingin menghancurkan Ka’bah. Salah satunya dengan menawarkan 1/3 harta yang dimiliknya agar Abrahah mengurungkan ambisinya. Tetapi upaya itu tak bisa meluluhkan hati Abrahah, dia tetap pada ambisinya.Melihat usahanya tak membuat Abrahah luluh, Abdul Muthalib memerintahkan seluruh penduduk menuju bukit dan lembah untuk meninggalkan Mekkah.“Wahai Tuhanku, aku tidak berharap siapapun mengalahkan mereka selain engkau,” kata Abdul dalam salah satu doanya kepada Allah SWT.

ababil bird

Tentara bergajah Abrahah yang dikomandoi oleh gajah raksasa yang bernama Mahmud diserang ribuan burung Ababil yang membawa batu-batu panas dari arah laut. (gambar ilustrasi)Namun keajaiban terjadi, seteleh beberapa jarak menuju Ka’bah, pasukan Abrahah yang dikomandoi oleh gajah raksasa yang bernama Mahmud diserang ribuan burung antah-barantah dari arah laut.

Setiap satu burung, yang diketahui dalam Al-Qur’an pada surah Al-Fiil, bernama burung Ababil, membawa 3 buah batu kecil yang diselipkan di paruh dan dua kakinya untuk dilemparkan kepada pasukan Abrahah. Subhan Allah.Melihat serangan mendadak dari burung itu, Abrahah dan pasukannya kocar-kacir berhamburan tak jelas arahnya. Dalam sekejap, Abrahah dan pasukannya tewas dan tak meninggalkan jejak sedikit pun.

Sejarawan Arab, Al-Mas’udi berkata, “Allah SWT mengirim burung Ababil (mirip burung pipit) yang melempari pasukan Abrahah dengan batu Sijjil yaitu batu yang bercampur tanah. Burung ini keluar dari laut dan masing-masing membawa 3 batu,” tutur Al-Mas’udi yang ditulis buku sejarah Kabah.

Perbandingan kira-kira dalam ukuran besar antara burung Ababil dengan manusia.

Akibat peristiwa itu, Allah SWT langsung menurunkan surah Al-Fiil. Berikut ayat dalam surah Al-Fiil:

alam tara kayfa fa’ala rabbuka bi-ash–haabi alfiili

1. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?

alam yaj’al kaydahum fii tadhliilin

2. Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?

wa-arsala ‘alayhim thayran abaabiila

3. dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,

tarmiihim bihijaaratin min sijjiilin

4. yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,

faja’alahum ka’ashfin ma/kuulin

5. lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

sekian dari sejarah tentang kejadian nya burung ababil yang menyerang gerobolan gajah yang akan menghancurkan dan menyerang kota mekah dan pada hari itu juga di turun kan nya surah Al-Fiil jadi ini juga sebagian dari sebab turun nya surat ini karna dalam surat ini lengkap kisah yang di serang gajah dan di selamat kan oleh para burng sikian pembahasan dari kisah yang saya ketahui,mohon maaf jika ada kesalahan.

Tongkat ular Nabi Musa membuat tukang sihir bersimpuh kepada Allah Swt

Tongkat ular Nabi Musa membuat tukang sihir bersimpuh kepada Allah Swt - Nabi Musa hidup di Mesir pada masa kerajaan Firaun yang sangat kejam. Pada masanya Firaun menganggap dirinya adalah Tuhan. Suatu malam Firaun bermimpi akan kerajaannya yang hangus di lalap api. Menurut ramalan mimpinya, kelak akan ada bayi dari Bani Isroil yang akan menghancurkan kekuasaannya.Firaun pun memerintah untuk membunuh setiap bayi Bani Isroil yang lahir. Pada saat Nabi Musa lahir, dia diselamatkan oleh ibundanya yang bernama Yukabad dengan dimasukkan ke dalam kotak dan dihanyutkan di sungai Nil.

Kemudian Nabi Musa ditemukan oleh istri Firaun yang bernama Asyiah dan diangkat menjadi anak. Ketika Asyiah mencari ibu untuk menyusui Musa, dengan kebesaran Allah SWT, Yukabad terpilih untuk menyusui Musa. Setelah disapih, Yukabad pun mengembalikan lagi Musa ke istana Firaun.Ketika dewasa Nabi Musa, melerai suatu perkelahian antara bangsa Qibthi dan Bani Isroil. Musa tidak sengaja memukul bangsa Qibthi hingga meninggal. Merasa bersalah Musa segera meninggalkan mesir, karena tentara Firaun akan datang menangkap dan menghukumnya. Ketika sampai di Madyan, Palestina, Nabi Musa menolong dua gadis dan mengambilkan air untuk makan ternaknya. Dua gadis tersebut adalah anak Nabi Syuaib .

Nabi Syuaib kemudian menikahkan putrinya bernama Shofura dengan Nabi Musa. Sebagai mas kawinnya yaitu Nabi Musa harus berkerja di peternakan Nabi Syuaib selama delapan tahun.Saat perjalanan menuju Mesir, di dalam perjalanan Nabi Musa melihat cahaya di sebuah lereng bukit Sinai. Di bukit itu, Musa diangkat Allah SWT menjadi seorang Nabi yang istimewa karena dapat berbicara langsung dengan Allah. Untuk menemani perjuangan Nabi Musa Allah kemudian mengangkat Nabi Harun, saudara sepupunya sebgai Nabi.

Di hadapan Firaun, Nabi Musa dan Nabi Harun menjelaskan maksud kedatangannya, untuk mengajak Firaun bertaubat dan menyembah Allah. Tentu saja Firaun menentang keras ajakan Musa untuk berfirman kepada Allah. Dan menyuruh para penyihirnya untuk melawan mukjizat Nabi Musa.Setelah dipersiapkan sebuah arena untuk pertandingan, pertandingan antara Nabi Musa dan penyihir suruhan Firaun pun dimulai. Dengan sombongnya Firaun duduk di atas kursi emas. Dia menatap Nabi Musa dengan penuh kebencian. Para penyihir telah menunjukkan aksinya di hadapan Nabi Musa. "Hai Musa, orang yang mengaku suci utusan Tuhan, bagaimana dengan dirimu? Para tukang sihirku telah menunjukkan kebolehannya dan memperlihatkan kesaktiannya!" ejek Firaun kepada Nabi Musa.

Tanpa berkata apa-apa, Musa melemparkan tongkat yang sejak tadi dia pegang. Tongkat itu pun berubah menjadi ular besar. Semua penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut merasa ketakutan. Mereka mundur, karena takut dipatuk ular. Ular itu bergerak melahap ular-ular kecil buatan para tukang sihir hingga tak tersisa.Para tukang sihir merasa malu dan mulai berkeringat dingin. Dan seketika itu, para tukang sihir bersimpuh di hadapan Nabi Musa dan menyatakan beriman kepada Allah. Firaun semakin marah, wajahnya berubah merah padam karena merasa malu di hadapan rakyatnya.

sekian dari kisah nabi musa yang tongkat nyah menjadi ular untuk menaklukan para sihir agar mereka kembali ke jalan yang baik dan benar ngan menggunakan tongkat nyah nabi musa as menjadikan ular d depan para sihir bukannya nabi musa menggunakan tongkat itu untuk memamerkan kemampuannya atau memamerkan mukjizat nyah tetapi ini demi melindungi umat islam dan mengajak para sihir untuk ber taubat dan mempercayai kekuasaan allah swt.

Nabi Musa A.S, Dengan Mukjizat Membelah Lautan

Nabi Musa A.S, Dengan Mukjizat Membelah Lautan - Dalam agama Islam, dikisahkan ada banyak Nabi atau manusia pilihan Allah yang berakhlak begitu mulia, kisahnya bisa menjadi pelajaran berharga bagi setiap manusia dan apa yang beliau lakukan patut menjadi suri tauladan bersama.Jika sebelumnya Vemale menceritakan kisah Nabi Yusuf yang tampan tiada tandingan namun tetap rendah hati dan penuh kemuliaan, atau juga Nabi Ayub yang hidupnya didera begitu banyak cobaan serta ujian namun tetap tawakal dan sabar di ambang batas sabar paling tinggi, kali ini sebuah kisah dari salah satu Nabi dari 25 Nabi dalam Islam diharapkan kembali mampu mengetuk hati kita bersama dan mengajarkan kita semua untuk mau menjadi pribadi yang lebih baik dan bertakwa hanya pada Allah SWT semata.

Nabi tersebut adalah Nabi Musa A.S. Beliau adalah putra dari Imran bin Fahis bin Lawi bin Ishaq bin Ibrahim. Nabi Musa diutus oleh Allah di daerah Mesir. Saat itu, di Mesir sedang dipimpin oleh seorang Raja yang sangat kejam, zalim dan mengaku sebagai Tuhan. Raja tersebut adalah Fir'aun.Perjalanan Nabi Musa menjadi seorang Nabi dan hamba pilihan bukanlah suatu hal yang mudah. Sejak lahir hingga dewasa dan menjadi Nabi, banyak hal yang harus dilewati beliau. Dan berikut adalah sepenggal dari kisah Nabi Musa sejak dilahirkan hingga ia menjadi Nabi, membelah lautan menyelamatkan kaumnya dari kejaran Fir'aun.

Nabi Musa dilahirkan di negeri Mesir yang dipimpin oleh Raja yang zalim dan kejam yakni Fir'aun. Selama pemerintahannya, Fir'aun dikenal senang memperbudak kaumnya dan menindas mereka yang tak lain adalah Bani Israil. Suatu ketika, Fir'aun bermimpi bahwa ada sebuah api yang datang dari Baitul Maqdis lalu membakar negeri Mesir. Namun, di dalam mimpinya ini rumah-rumah Bani Israil tidak ikut terbakar dan mereka pun selamat.

Merasa takut akan mimpinya, Fir'aun pun menanyakan mimpi ini kepada peramal dan penyihir yang dipanggil oleh Fir'aun. Para peramal dan penyihir lantas mengatakan pada Fir'aun bahwa akan ada seorang anak laki-laki yang lahir dari kaum Bani Israil dan menghancurkan Fir'aun. Mendengar penjelasan dari peramal dan penyihir ini, Fir'aun pun mengutus tentaranya untuk menyembelih setiap anak laki-laki yang lahir dari kaum Bani Israil.

Di saat yang bersamaan, Nabi Musa yang ibunya juga berasal dari kaum Bani Israil lahir. Namun, Allah memberikan ilham kepada Musa dan menyuruh sang ibu memasukkan Musa ke dalam peti lalu menghanyutkannya ke sungai saat tentara Fir'aun datang. [startpuisi] "Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul (QS. Al Qashash, 7).[endpuisi]

Saat dihanyutkan di sungai ini, Asiyah istri Fir'aun menemukan bayi Musa. Wanita mulia itupun lantas membawa Musa ke istana dan meminta izin kepada Fir'aun agar ia diperbolehkan menjaga serta merawat Musa. "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita mengambilnya sebagai anak." (QS. Al Qashash,9). Melihat sang istri mengiba dengan penuh ketulusan padanya, Fir'aun mengizinkan Asiyah merawat dan menjaga Musa.

Ketika dirawat oleh Asiyah ini, Asiyah berpikir bahwa bayi Musa sangat perlu ASI. Ia pun lantas mencari ibu untuk menyusui Musa. Namun, janji Allah untuk mempertemukan kembali sang ibu kandung dengannya sungguhan terjadi. Bayi Musa menolak semua ibu yang hendak menyusuinya dan datanglah ibu Musa yang sesungguhnya. Musa hanya mau menyusu dengan ibu kandungnya. Hari demi hari, Musa tumbuh dan berkembang menjadi seorang pria dewasa yang gagah lagi berani. Ia juga tumbuh menjadi pribadi yang memiliki banyak mukjizat dalam dirinya.

Suatu hari, ia melihat seorang asli Mesir sedang menindas kaum Bani Israil. Musa pun membela orang Bani Israil dengan tujuan kebaikan. Tapi, orang Mesir yang menindas orang Bani Israil meninggal dunia di tangannya meski sebenarnya Musa tak pernah berniat membunuh orang Mesir tersebut. Melihat orang Mesir meninggal dunia, Musa pun ketakutan dan ia memilih untuk meninggalkan Mesir. "Kemudian Nabi Musa pun pergi meninggalkan Mesir dalam keadaan takut kalau ada yang menangkapnya sambil berdoa kepada Allah agar diselamatkan dari orang-orang yang zalim." (QS. Al Qashash 17-21).

Nabi Musa pun pergi ke suatu tempat yang disebut sebagai Madyan. Di Madyan, Nabi Musa bekerja lantas menikah dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari majikannya. Setelah menikah, Nabi Musa kembali ke Mesir. Di Mesir, Nabi Musa diangkat menjadi Nabi dan ia menyelamatkan kaumnya dari kezaliman Fir'aun.
Musa Diangkat Jadi Nabi, Ia Selamatkan Kaumnya Dari Kezaliman Fir'aun

Kembalinya Nabi Musa ke Mesir, ia pun semakin bertawakal kepada Allah dan beriman hanya kepada Allah pula. Nabi Musa beribadah dengan khusyuk dan mengingatkan orang-orang agar tidak menyembah berhala atau pun menyembah Fir'aun. Nabi Musa yang sangat mulia di hadapan Allah pun lantas menerima wahyu dan menerima kitab Allah yang tak lain adalah kitab Taurat. Beliau juga memerangi setiap kezaliman yang ada di Mesir.

Atas kebaikan dan kemuliaan hatinya, Musa pun diangkat Nabi oleh Allah dan ia bertugas untuk menjadi imam serta pemimpin bagi kaum Bani Israil. Melihat Musa yang hebat dan mulia, Fir;aun pun semakin murka. Ia menugaskan bala tentaranya untuk membunuh Nabi Musa. Namun, meski berbagai cara telah dilakukan untuk membunuh Nabi Musa, usaha Fir'aun tak membuahkan hasil. Raja zalim dan kejam ini pun semakin murka. Ia lantas memerintah pasukannya untuk melakukan pengejaran terhadap Nabi Musa dan kaumnya untuk menangkapnya dan Fir'aun akan membunuhnya dengan tangannya sendiri.

Nabi Musa dan kaumnya yang merasa takut juga terkepung, lantas melarikan diri hingga dekat pantai Merah. Pelarian ini dilakukan tentu bukan tanpa alasan. Allah telah memerintahkan Nabi Musa untuk membawa kaumnya ke tepi pantai laut Merah dan dari sinilah mereka semua bisa selamat. Dengan izin Allah dan kebesaran Allah, laut merah pun terbelah dan Nabi Musa beserta kaumnya bisa menyeberangi lautan yang terbelah dan selamat.

[startpuisi]Dalam surat Thaha diceritakan, "Dan sesungguhnya Kamu wahyukan kepada Musa. Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu. Kamu tidak perlu khawatir akan tersusul dan tidak perlu takut (akan tenggelam). (QS. Thaha, 77-78).[endpuisi]Sementara Nabi Musa dan kaum Bani Israil selamat, Fir'aun juga para bala tentaranya yang sedang melakukan pengejaran kepada Nabi Musa ditenggelamkan oleh Allah di dasar laut. Laut yang semula terbelah dan kering lalu kembali dipenuhi air laut dan Fir'aun pun meninggal dunia di sini. Masih dalam surat Thaha diceritakan, "Maka Fir'aun dan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka." (QS. Thaha, 79).

Di Al-Quran diceritakan bahwa untuk membelah lautan, Allah memerintahkan Musa menggunakan tongkat saktinya untuk memukul lautan. Saat lautan tersebut telah dipukul, maka tersibaklah lautan dan terciptalah jalan kering di tengahnya. [startpuisi]"Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusul mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengkut Musa. Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Lalu Kami wahyukan kepada Musa, "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu" Maka terbelahlah lautan itu tiap-tiap belahan itu adalah seperti golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda besar (mukjizat) dan kebanyakan mereka tidak beriman. Sesungguhnya, Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang." (QS. As-Syura, 60-68).[endpuisi]

Ladies, itulah sedikit kisah tentang Nabi Musa A.S. Dari kisah ini setidaknya kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap kali kita menghadapi cobaan atau ujian, kita diwajibkan untuk berdoa kepada Allah SWT. Karena, hanya Dia sebaik-sebaik penolong bagi hambanya yang senantiasa berdoa kepadanya. Semoga, kisah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Bagi kamu yang sedang menjalankan ibadah puasa, selamat menjalankan ibadah puasa dan semoga Allah selalu beserta kita semua.

Meningkatkan Ketakwaan kepada Allah Swt...

Meningkatkan Ketakwaan kepada Allah Swt - Para pembaca rahimakumullah semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan mengampuni dosa-dosa kita dengan ibadah puasa Ramadhan yang telah kita laksanakan serta mengabulkan doa-doa kita.Takwa, suatu istilah yang pendengaran kita kerap mendengarnya, karena kata takwa merupakan istilah yang pendek akan tetapi sangat besar kandungannya dan orang yang bertakwa akan meraih kebaikan dunia dan akhirat. Untuk lebih memahami kandungannya mari kita ikuti pembahasan berikut ini.

Makna Takwa

Para ulama telah banyak yang memberikan pengertian tentang takwa diantaranya adalah perkataan Thalq bin Habib rahimahullah, beliau mengatakan: “Takwa yaitu melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah semata-mata mengharap pahala dari-Nya. Dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan ilmu yang datang dari Allah karena takut akan adzab-Nya.”Jika demikian, begitu tingginya nilai ketakwaan disisi Allah ‘azza wa jalla. Bahkan tujuan diwajibkannya puasa Ramadhan yang baru saja kaum muslimin melaksanakannya adalah agar mereka bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, sebagaimana firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)

Ketakwaan yang dimaksud bukan hanya di bulan Ramadhan saja namun juga di selain bulan Ramadhan. Oleh karenanya, tidak benar anggapan bahwa bertakwa kepada Allah cukup di bulan Ramadhan, sementara setelah keluar dari bulan itu merasa bebas sehingga kembali melakukan berbagai dosa dan kemaksiatan dengan anggapan dosanya akan diampuni dengan melaksanakan puasa Ramadhan di tahun yang akan datang. Hal ini karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala hanya dari Allah, niscaya akan diampuni dosanya yang lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)Perlu diketahui bahwa ampunan yang dimaksud dalam hadits di atas adalah ampunan bagi dosa-dosa kecil, bukan dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya sebagai penebus dosa yang terjadi diantara keduanya apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no.233)

Sedangkan dosa besar tidak akan diampuni, kecuali pelakunya bertaubat dengan taubat yang tulus (taubatan nashuhan). Perintah untuk bertakwa kepada Allah azza wa jalla sangat banyak dalam Al-Qur’an. Diantaranya firman Allah azza wa jalla :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102)

Dan juga firman-Nya :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)

Dan firman-Nya pula :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 70-71)

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, ketiga ayat di atas sering dibaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam pembukaan khuthbahnya yang dikenal dengan KHUTHBATUL HAAJAH. Hal ini menunjukkan pentingnya takwa sehingga beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sering kali mengingatkan kaum muslimin untuk senantiasa bertakwa kepada Allah azza wa jalla.

Kedudukan Takwa

– Takwa adalah sebaik-sebaik bekal

Para pembaca rahimakumullah, ketahuilah! Bekal yang terbaik bagi seorang hamba untuk meraih kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak adalah bekal ketakwaan kepada Allah. Sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam firman-Nya :

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“Dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (Al-Baqaroh: 197)

Al-Imam As-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan: “Adapun bekal yang sebenarnya yang manfaatnya terus berlanjut bagi pelakunya di dunia maupun di akhirat adalah bekal ketakwaan (kepada Allah azza wa jalla), yaitu bekal untuk kampung akhirat yang kekal yang mengantarkan kepada kelezatan yang sempurna dan kepada kenikmatan yang terus-menerus. Barangsiapa yang meninggalkan bekal ini, maka dia akan terputus dengannya yang berarti ini menjadi peluang bagi setiap kejelekan (untuk menjangkitinya), dan dia tercegah untuk sampai ke kampung orang-orang yang bertakwa (Al-Jannah/surga-red). Ini adalah pujian bagi sifat takwa.” (lihat Taisiru Al-Karimi Ar-Rahman, halaman 91)

– Kemuliaan hanya akan dapat diraih dengan ketakwaan

Para pembaca semoga Allah memuliakan kita semua, setiap orang pasti menginginkan kemuliaan dan tidak menyukai kehinaan. Lalu dengan apa seseorang menjadi mulia? Kemuliaan hanya dapat diraih dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, dan bukan dengan banyaknya harta atau dengan tingginya kedudukan. Hanya dengan ketakwaan seseorang akan mulia disisi Allah, sebagaimana telah Allah azza wa jalla jelaskan dalam Al-Qur’an (yang artinya):

ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat: 13)

Kapan dan dimana kita bertakwa?

Saudaraku, ketahuilah! bahwa Allah azza wa jalla Maha Mengetahui dan Maha Melihat, baik yang kecil maupun yang besar, yang jauh maupun yang dekat, yang tampak maupun yang tersembunyi. Semua itu dilihat dan diketahui oleh Allah azza wa jalla. Diantara sifat-sifat-Nya yang lain adalah bahwa Allah azza wa jalla Maha Mendengar, baik suara itu pelan ataupun keras. Allah azza wa jalla berfiman :

وَإِن تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى

“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7)

Bahkan Allah azza wa jalla Mengetahui apa yang terlintas dalam hati seseorang, sebagaimana firman-Nya :

إِنَّ اللَّهَ عَالِمُ غَيْبِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala isi hati.” (Faathir: 38)

Oleh karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar kita bertakwa kepada Allah azza wa jalla dimanapun dan kapanpun kita berada. Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bertakwalah engkau kepada Allah dimana saja kamu berada, ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan (amal sholih) tersebut akan menghapuskannya (perbuatan jelek-red); dan bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi no.1987)

Kita diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah dimana saja kita berada, baik dalam keadaan sendirian ataupun ditengah orang banyak, karena Allah azza wa jalla Melihat dan Mengawasi kita dimana dan kapanpun kita berada.

Janji Allah Bagi Orang Yang Bertakwa

Allah azza wa jalla telah banyak menyebutkan janji-janji-Nya dalam Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa, dan Allah azza wa jalla tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Diantara janji-janji-Nya adalah:

1. Akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang dia alami dan diberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah azza wa jalla berfirman :

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا{Ù}

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ{Ú}

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan (Dia akan) memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3)

2. Akan dimudahkan segala urusannya. Hal tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nya :

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath-Thalaq: 4)

3. Akan diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla :

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرً

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” (Ath-Thalaq: 5)

4. Akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan serta penuh dengan ampunan. Allah azza wa jalla telah menjelaskan dalam firman-Nya :

مَّثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ فِيهَا أَنْهَارٌ مِّن مَّاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۖ وَلَهُمْ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ ۖ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (Muhammad: 15)

Penutup

Para pembaca semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi kita semua. Itulah sekilas pembahasan tentang takwa. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, dan semoga dapat mendorong kita untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla. Semoga Allah azza wa jalla memberi kemampuan kepada kita untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta menggolongkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa yang akan meraih Al-Jannah (surga) yang penuh dengan kenikmatan. Amiin Ya Rabbal ‘alamiin.

Belajarlah dari Umar bin Khattab dalam Sejarah Pembukuan Al-Quran

Belajarlah dari Umar bin Khattab dalam Sejarah Pembukuan Al-Quran - Mencetuskan ide baru yang belum pernah ada—apalagi dalam masalah agama— atau bisa dibilang melakukan pembaharuan, bukan berarti merusak pondasinyaOleh: Bana FatahillahSELAIN Zaid bin Tsabit yang namanya tercatat sebagai ‘peran utama’ dalam sejarah pembukuan al-Qur`an, nama Umar bin Khattab pun tidak bisa kita lepaskan dari kejadian penuh bersejarah Ini.Sebagaimana yang kita ketahui, pada awal masa kenabian, al-Qur`an sudah ditulis oleh para sahabat (penulis wahyu) atas perintah langsung dari Nabi. Namun tulisan ini masih dalam keadaan terpencar di berbagai media tulis pada masa itu, seperti tulang belulang, pelepah kurma, batang pohon, dll, sehingga belum terkumpul menjadi satu seperti yang ada pada saat ini.

Abu Hafs, atau Umar bin Khattab lah pemilik ide brilian ini. Setelah kejadian yang berkecamuk di Yamamah yang menewaskan sejumlah penghafal al-Qur`an, terbesit dalam diri Umar untuk melakukan sebuah solusi dengan mengumpulkan lembaran-lembaran (al-Qur`an) itu menjadi satu, sebab jika tidak, satu persatu ayat Allah akan hilang dengan tewasnya para penghafal al-Quran.

Karena usai Rasulullah ﷺ wafat, penjagaan al-Qur`an tidak hanya dalam bentuk tulisan (hifz al-Kitabah), namun juga terjaga oleh sahabat di dalam hati mereka (hifz al-Sudur). Bahkan hafalan sahabatlah yang lebih dijadikan pacuan utama dalam penjagaan al-Qur`an pada masa itu, karena kita ketahui bersama karakteristik bangsa Arab yang sangat kuat dalam menghafal, termasuk nasab mereka yang senantiasa dipertahankan hingga anak-anak mereka. Jadi, meskipun al-Quran yang dalam bentuk tulisan itu ada di rumah Rasulullah ﷺ, namun hilangnya al-Qur`an di hati para penghafal al-Qur`an dianggap lebih berbahaya dari hilangnya tulisan dan lembaran itu.

Inilah mengapa Zaid bin Tsabit menerima riwayat Khuzaimah bin Tsabit seorang diri. Karena di samping tulisan itu, Zaid dan para sahabat lainnya pun sudah mengetahui bahwa apa yang dibawa oleh Khuzaimah merupakan ayat al-Qur`an. Karena hafalan sahabatlah yang lebih dijadikan acuan, adapaun tulisan hanya untuk memperkuat itu semua.

Akhirnya Umar pun mengajukan gagasannya kepada Abu Bakar Al-Shidiq yang menjadi khalifah saat itu agar dapat direalisasikan olehnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, pada awalnya Abu Bakar menolak ide ini dengan alasan Rasul belum pernah melakukan sebelumnya. Namun pada Akhirnya Allah pun melapangkan hatinya hingga ia benar-benar yakin bahwa apa yang akan dilakukan Umar merupakan perkara serius dan urgen bagi umat kedepannya. Akhirnya ia pun ditunjuk oleh Abu Bakar untuk menjalankan teknis agenda tersebut bersama Zaid bin Tsabit.

Meski dituntaskan oleh Usman bin Afwan hingga namanya kerap sekali disandingkan bersama mushaf (mushaf utsmani), namun —sebagaimana dalam pepatah—Umar lah yang mendapat sebuah keutamaan lebih, sebab ialah yang memulai dan menggagas ide ini. Kemuliaan itu berada pada orang yang mencetuskan, meskipun orang setelahnya dapat membuat hal yang lebih baik,” begitulah kurang lebih pepatah itu berbunyi.

Inilah Pelajaran yang bisa Dipetik

Terlepas dari sejarah pembukuan al-Qur`an yang sering sekali kita simak, penulis akan mengajak untuk sejenak merenungkan keputusan yang diambil oleh sosok Khalifah Umar bin Khattab. Secara tidak langsung kita dapat sama sama belajar akan pentingnya sebuah terobosan atau gagasan baru yang lahir dari sebuah intelektual yang matang. Yang mana gagasan ini tidak selalu berpaku pada teks, yakni seperti terbelenggu oleh teks keagamaan. Ini bukan berarti tidak mengikuti syariat, namun dalam artian jika suatu hal tidak dapat dibuktikan dengan teks keagamaan, maka hal tersebut tidak diperbolehkan oleh agama.

Karena jika kita perhatikan, apa yang dilakukan Umar bin Khattab ini sama sekali tidak ada ketentuan dari sumber teks keagamaan, baik al-Qur`an maupun perkataan Rasul ﷺ. Namun sang khalifah dengan cerdasnya dapat mengambil sebuah keputusan bahwa tidak semua yang tidak dilakukan nabi itu tidak boleh dikerjakan.

Dari sini kita belajar bahwa Umar bin Khattab tidak hanya mempelajari akan perkataan nabi—dalam hal ini adalah hadis—secara mentah atau tekstual, namun ia juga belajar dari metodologi yang senantiasa nabi terapkan dalam kehidupan bersama sahabat; dari kebijakannya, sikapnya ataupun caranya dalam mengambil sebuah keputusan. Sehingga meskipun belum dikatakan oleh Nabi, namun Umar yakin bahwa sekiranya Nabi ada tentu ia akan setuju dengan apa yang dilakukan olehnya. Inilah mengapa meskipun saat itu gagasannya ditolak oleh Abu Bakar dengan alasan belum dilakukan Nabi, Umar pun terus mendorongnya berharap bisa direalisasikan.Pemikiran seperti inilah yang membuat umat Islam berkembang. Mungkin kita bisa menyebutnya dengan ‘bid’ ah hasanah’ atau perkara baru yang dimunculkan dengan muatan manfaat dan ragam faedah.

Perhatikanlah, ilmu ilmu yang berkembang dalam Islam, seperti nahwu, mustolah hadis, ulumul quran, dll nya, apakah itu semua ada pada masa Rasul? Jika para ahli dan pakar pada masa itu hanya berpikir sempit dengan mengatakan ‘Nabi tidak pernah melakukannya’ maka aneka ilmu tersebut tidak akan pernah ada dan Islam tidaklah berkembang. Namun realitanya tidak seperti itu. Dan kalua bukan karena perjuangan mereka dengan ilmu yang dibuat mereka, niscaya hari ini kita akan lebih sulit untuk memahami ayat Allah dan Rasul-Nya.

Inilah mengapa Rasulullah ﷺ pernah mengatakan: “Hikmah adalah dambaan seorang mukmin, di mana pun dia menemukannya, maka dia lebih berhak atasnya (mengamalkannya).”Kita pun sering sekali mendengar sebuah pepatah Arab yang mengatakan: “Memelihara sesuatu yang lama yang masih baik, serta mengambil hal baru yang lebih baik.”Mencetuskan sebuah ide baru yang belum pernah ada—apalagi dalam masalah agama— atau bisa dibilang melakukan pembaharuan, itu bukan berarti merusak pondasinya.

Menurut seorang penulis tafsir al-Quran, hal ini ibarat merenovasi bangunan tanpa mengubah pondasi bahkan bentuknya. Hanya bagian lapuknya saja yang diganti dan ikatan-ikatan yang sudah longgar yang diperkuat. Sebab, kelak, demi kemasalahatan umat muslim, Khalifah Utsman pun membakar semua mushaf al-Qur`an yang ada, termasuk yang ada di rumah Rasulullah, dan menyiapkan mushaf baru untuk disebar. Mungkin inilah maksud dari kalimat ‘merenovasi tanpa menghancurkan pondasi’Dari sini kita kita pun dapat memahami bahwa Islam tidak selalu terikat dengan teks. Tidak benar apa yang dikatakan Nasr Hamid Abu Zaid bahwa Islam merupakan ‘peradaban teks’.

Yang benar, jika ada teks (nash) dan indikasi yang jelas (qot’iyy al-Dilalah) maka tidak ada pintu ijtihad di sana. Inilah mengapa para ahli fikih berijtihad dalam masalah cabang saja, bukan pada masalah pokoki. Adapun hal-hal yang tidak disebutkan oleh teks, namun terdapat indikasi kebaikan dan tidak membentur batas batas hukum syariat, maka itu termasuk diperbolehkan. Dalam ushul fiqih, kita mengenalnya dengan masolih mursalah. Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda:“Barang siapa yang melakukan suatu Sunnah (perbuatan) dalam Islam maka ia mendapat pahala sekaligus pahala orang lain yang mengamalkannya sampai hari kiamat.”

Jika Umar bin Khattab saja—yang dalam hal ini merupakan orang yang hidup pada masa terbaik —sudah mengerjakan hal demikian, ini berarti kita pun dituntut untuk seperti itu. Ini bukan masalah siapa kita dan siapa Umar bin Khattab. Derajat kita pasti beda. Coba kita ambil pesan di balik itu semua, yakni kembangkanlah apa yang sudah dibuat oleh para pendahulu kita. Inilah mengapa ulama-ulama dulu membuat syarh, hasyiyah, dan sebagainya, karena inign mengembangkan apa yang telah dibuat oleh pendahulunya. Jika pesan ini sampai di telinga setiap muslim yang berakal dan baligh, maka kita semua yakin peradaban Islam akan terus dan pasti maju dari peradaban lainnya. Wallahu alam bissowab.*

Dakwah Penyebaran Agama Islam...

Dakwah Penyebaran Agama Islam - yang dilakukan oleh Rasullah Saw. dibagi menjadi dua macam, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi, dan secara terang- terangan.Pada awal-awal misi kenabian, Rasullullah Saw. mendakwahkan kalam Allah kepada orang-orang terdekat, seperti keluarga dan rekan-rekan.Khadijah adalah orang yang pertama kali mengikuti ajaran Rasulullah Saw, disusul kemudian sepupu Rasulullah Saw, yaitu Ali bin Abu Thalib, Abu Bakar ash-Shidiq, Zaid, dan Ummu Aiman.

Kemudian disusul sahabat-sahabat Nabi, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqasah, dan Thalhah bin Ubaidillah.Beberapa waktu kemudian, Rasulullah Saw. mulai mendakwahkan ajaran Ilahi secara terang-terangan, kepada penduduk Makkah, maupun penduduk dari luar Makkah, yang menyempatkan berkunjung ke Makkah.Banyak sekali hambatan yang dihadapi Rasulullah Saw, karena cukup sulit mengentaskan mereka yang telah membuat Makkah menjadi pusat kunjungan penyembah berhala.
Penyebaran Agama Islam Melalui Pendidikan



Penyebaran Agama Islam

Akal dan Islam sendiri, memiliki hubungan yang erat. Islam memerintahkan manusia, agar terus mencari ilmu pengetahuan, dan mengembangkannya.Perintah ini juga sudah ada di dalam al-Quran, seperti pada Surat al-Alaq dan Surat Shad ayat 29. Dalam suatu hadits, Rasulullah menyerahkan pada akal manusia untuk mengurus urusan dunia yang bersifat detail dan teknis.Islam telah dan selalu menganjurkan, mendorong, bahkan memerintahkan manusia untuk selalu menggunakan akalnya untuk berpikir.

Selain menjadi salah satu sarana mengenal Allah, dengan tidak berpikir, akan mudah membuat diri jatuh ke dalam hal – hal yang keji dan dimurkai Allah. Seperti jatuh ke dalam hal yang musyrik, menyekutukan Allah, dan menyesatkan manusia yang lainnya.Pada masa al-Khulafa ar-Rasyidin, maupun khilafah setelahnya, banyak ilmuwan – ilmuwan Muslim yang memiliki kontribusi besar, terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.Peran mereka sekaligus sebagai media penyebaran agama Islam melalui pendidikan, baik itu di wilayah kekuasaan khilafah, maupun wilayah sekitarnya.

Contohnya saja daulah Islam yang ada di Andalusia kala itu. Pengaruh ilmu pengetahuannya, dapat mengentaskan Eropa yang kala itu masih terbelakang.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim itu berkontribusi pada banyak bidang ilmu, contohnya:

Ibnu Sina, berjasa pada bidang ilmu medis
Al Khawarizmi pada bidang ilmu matematika
Ibnu Rusyd yang memiliki pengetahuan ensiklopedik
Al mawardi, Zaid bin Ali, Abu Hanifah, Ibnu Taimiyah di bidang idang ilmu ekonomi

Dan masih banyak ilmuwan Muslim yang belum disebutkan, yang kontribusinya tidak kalah penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Penyebaran Agama Islam Melalui Tasawuf, Tasawuf adalah ajaran untuk mendekatkan diri dan mengenal Allah SWT, serta menemukan kesejatian. Dalam tasawuf, tidak ada wujud lain selain wujud-Nya, ke mana pun memandang, di sana lah wajah Allah akan nampak.Segalanya, baik di bumi maupun di langit, hanya ada satu wujud sejati dan hakiki. Allah, atau lebih tepatnya, Pemilik Nama Allah. Konsep ini lebih dikenal dengan Wahdah al-Wujud (Kesatuan Wujud).

Ilmu tasawuf sendiri baru berkembang setelah masa sahabat dan tabiin. Sebelum itu, ilmu tasawuf belum terlalu diperlukan, karena kala itu, mereka adalah orang – orang yang ahli ibadah, ahli taqwa, dan ahli wara.Mereka saling berlomba untuk meneladani segala aspek dari Rasulullah Saw., otomatis mereka adalah seorang sufi, yang hidupnya hanya untuk Tuhan.Berdasarkan data historis, sebenarnya, tasawuf bukanlah ilmu baru dalam Islam. Justru tasawuf itu sendiri adalah bagian dari maqam ihsan, sementara ihsan adalah salah satu dasar agama, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan.Jadi, asal usul penyebaran agama Islam melalui tasawuf, bukanlah dari berbagai filsafat sesat maupun sumber kuno.

Tokoh- tokoh dalam hal ini di antaranya adalah :

Abu Hamid al-Ghazali
Abdul Qadir al-Jazairi
Ibnu Athaillah as-Sakandari
Abdul Qadir al-Jailani
Abdul Wahab asy-Sya’rani
Abu Ali ats-Tsaqafi
Abu Madyan, Ahmad Zaruq
Ali al-Khawas
Syaikh Muhammad al-Hasyimi

Penyebaran Agama Islam melalui Kesenian

Kesenian menjadi salah satu media penyebaran agama Islam. Kesenian lokal yang berpadu dengan agama Islam, akan memiliki ciri khasnya sendiri. Ciri khas itu pun akan berbeda, antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.Penyebaran agama Islam melalui kesenian yang dimaksud, dapat berupa seni bangunan, tari, musik, pahat, dan sastra. Dengan begitu, Islam dapat mudah dipahami oleh masyarakat lokal.Islam yang berpadu dengan seni-seni tersebut, hingga sekarang, masih ada yang dapat dilihat dan dinikmati bukti fisiknya, baik itu yang masih dalam keadaan utuh, maupun tidak.

Namun setidaknya, hal itu memberi bukti, bahwa Islam dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.
Penyebaran Agama Islam di Indonesia.Ada tiga teori masuknya agama Islam di Indonesia yang terkenal, yaitu Teori Gujarat, Persia, dan Arab.Perbedaan tiga teori tersebut, kurang lebih, terletak pada tahun masuknya ke Indonesia, tokoh yang mendukung, dan pembawa agama Islam tersebut masuk ke Indonesia.

walaupun berbeda, kesamaan dari tiga teori itu, mereka sama -sama masuk ke Indonesia lewat perdagangan dan misi dakwah itu sendiri.Dengan adanya Penyebaran agama Islam di Indonesia, kerajaan maupun kesultanan bercorak Islam mulai bermunculan, mulai dari wilayah Indonesia bagian barat hingga timur.Kehadiran kerajaan maupun kesultanan ini, semakin memperkuat misi dakwah Islam.
Saluran Penyebaran Agama Islam di IndonesiaBerdasarkan runut sejarah yang masih ada dan berlaku, Anda dapat menyimak uraian singkat mengenai saluran penyebaran agama Islam di Indonesia berikut ini:

1. Perdagangan

Sebelumnya, terdapat kerajaan-kerajaan bercorak Hindu – Buddha besar yang memiliki pelabuhan internasional yang ramai.

Setelah para pedagang Muslim ini masuk, hubungan kerajaan-kerajaan lokal ini tidak hanya sekedar hubungan perdagangan, melainkan merambah hingga ke menjalin hubungan diplomatik.

Korespondensi raja Kerajaan Sriwijaya, Sri Indravarman, dengan Umar bin Abdul Azis kala itu, menjadi salah satu bukti bahwa telah adanya hubungan luar negeri dengan daulah Islam.

2. Pernikahan

Pedagang-pedagang Muslim banyak yang menetap di Indonesia. Bahkan sekitar abad ke-7, sudah banyak pekojan di tanah Sumatera. Di antara mereka akhirnya juga ada yang menikah dengan penduduk pribumi.

Misi dakwah Islam akan semakin menyebar, ketika pedagang ataupun pengembara Muslim itu menikah dengan keluarga bangsawan. Contohnya adalah pernikahan antara Maulana Ishaq dengan putrid dari Raja Blambangan, yang akhirnya melahirkan Sunan Giri.

3. Tasawuf

Tasawuf adalah ajaran untuk lebih mendekat dan mengenal Allah. Tokoh yang berperan dalam penyebaran ajaran ini di Indonesia contohnya adalah Syekh Siti Jenar

4. Pendidikan

Penyebaran agama Islam melalui pendidikan di Indonesia, dilakukan di pesantren – pesantren atau pusat dakwah.

Salah satu wilayah yang memiliki peran besar dalam hal ini adalah wilayah Giri di Gresik Jawa Timur, yang dipimpin oleh Sunan Giri.

5. Seni dan Budaya

Agar ajaran agama Islam itu diterima oleh penduduk lokal, maka para pendakwah banyak mengkolaborasikan ajaran Islam dengan seni maupun budaya lokal yang sudah ada. Contohnya adalah seni wayang.

Sunan Kalijaga dan Sunan Panggung memanfaatkan salah seni ini untuk mensyiarkan ajaran agama Islam.

6. Dakwah

http://kapinadisa.blogspot.com/, dilakukan oleh para ulama. Di tanah Jawa, ulama-ulama ini dikenal dengan sebutan Wali Songo.

Demikian informasi tentang masuknya agama Islam di Indonesia yang mungkin belum Anda ketahui. Perjuangan masuknya Islam awal-awalnya sangat susah di indonesia karena sebelumnya Indonesia sudah berkembang adanya budaya atheisme dan agama Hindu Budha.ama ini sudah dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun berkat kegigihan para ulama dan 9 Wali pada waktu dahulu islam dapat berkembang hingga menjadi Agama terbesar di Indonesia..